Sabtu, 17 Juli 2010

Mereka-reka Ibu Kota Banyumas

PEKAN terakhir ini sebagian masyarakat ngapak-ngapak kembali dihangatkan oleh wacana pemekaran Kabupaten Banyumas menjadi dua daerah otonom, yaitu Kota Purwokerto dan Kabupaten. Banyumas.

Menilik sejarahnya, Kabupaten Banyumas yang sekarang beribu kota di Purwokerto, ikhwalnya merupakan penggabungan dua wilayah kabupaten, yakni Purwokerto dan Banyumas.


Setelah digabung, nama yang dipilih adalah Kabupaten Banyumas dengan ibu kota di Purwokerto. Maka tahun 1937 ibu kotapun dipindah ke Purwokerto.

Praktis kota Banyumas lama-kelamaan ìmati suriî karena pertumbuhan kota diarahkan ke ibu kota baru.

Yang kini hangat dibicarakan, bila nanti terjadi pemekaran, Kota Purwokerto jelas beribu kota di Purwokerto seperti sekarang.

Lantas di manakah ibu kota Kabupaten Banyumas? Ada yang menyebut Kecamatan Ajibarang, kemudian Wangon, dan yang paling sering disebut-sebut adalah kembalinya ibu kota ke kota Banyumas.

Ini menarik karena sebenarnya sejak dulu kota Banyumas sudah merupakan kota layanan masyarakat atau ibu kota kedua setelah Purwokerto.

Di kota ini jelas terlihat keberadaan fasum dan fasos, misalnya RSUD, gedung pengadilan dan kejaksaan, termasuk rutannya.

Fasilitas untuk masih eksis untuk pusat layanan masyarakat kabupaten, utamanya untuk wilayah timur (11 kecamatan).

Dari sisi infrastruktur lainnya, ada alun-alun yang luasnya dua kali lebih besar dari alun-alun Purwokerto. Masjid Agung Nur Sulaiman dan Pendapa si Panji beserta eks-kompleks kabupaten yang luasnya sekitar 2 hektare, terawat baik karena baru-baru ini direnovasi.

Dari sisi layanan kesehatan selain RSUD, ada dua rumah sakit swasta, puskesmas, rumah bersalin, ataupun lab klinik. Dari sisi fasilitas pendidikan, ada SMA negeri berstatus RSBI, kemudian tiga SMK negeri, yaitu SMKN 1, SMKN 2, dan SMKN 3 Banyumas.

Semua itu merupakan nilai plus kota Banyumas untuk kembali hidup menjadi ibu kota kabupaten.

Dari sisi historis, kota inilah yang merupakan cikal bakal berdirinya Kabupaten Banyumas yang punya karakteristik tersendiri dibanding wilayah lain. Nama Banyumas demikian besar sampai mengakar kepada budaya masyarakat kabupaten sekitar.

Di kota ini pula ada belasan bangunan kuno bersejarah tinggi, yang bila dikelola secara profesional sebagai aset daerah, bisa dijual sebagai wisata budaya Kota Lama.

Ini akan sangat sinkron bila kemudian kota ini dinobatkan kembali menjadi ibu kota. Pembangunan dan pelestarian bangunan kuno pasti akan makin diperhatikan bila menyandang status baru sebagai ibu kota.
Dapat Dihemat Secara rasional, jika ibu kota pindah ke kota Banyumas maka hanya tinggal membangun gedung polres dan gedung DPRD.

Lainnya seperti kantor bupati, pendapa, alun-alun, gedung kejaksaan/ pengadilan, dan sebagainya sudah ada. Otomatis biaya persiapan yang bisa mencapai ratusan miliar, dapat dihemat .

Kalau pun mau berhemat lagi, kantor polres dan DPRD bisa menempati bangunan kuno yang bisa saja dipakai/alih fungsi daripada selama ini dibiarkan terbengkalai.

Bukan bermaksud mengecilkan Kecamatan Ajibarang dan Wangon, namun apabila di sana ibu kotanya, berapa puluh miliar lagi dana yang perlu digulirkan untuk pembangunan infrastruktur baru?

Belum lagi jika memikirkan nilai historisnya yang kurang kental. Secara peruntukan kawasan Wangon dan Ajibarang bukan sebagai administratif atau pusat pelayanan masyarakat melainkan sudah direncanakan sebagai kawasan industri.

Jika dipaksakan dipindah di sana, hal ini hanya akan membebani anggaran daerah dan bukan tidak mungkin agenda pemekaran yang semula untuk menyejahterakan masyarakat akan tidak sesuai karena salah pilih dalam menentukan lokasi ibu kotanya.

Yang lebih utama dengan mengembalikan ibu kota ke kota Banyumas, mungkin sebagai ìpenghormatan tertinggiî untuk pendiri Kabupaten Banyumas.

Djoko Kaiman sebagai Bupati I yang makamnya pun ada di sini menjadi “bahagia” di alam sana karena wilayah cikal bakalnya akan menjadi pusat pemerintahan lagi.

Setelah lebih kurang 72 tahun kota Banyumas ìteranaktirikanî karena kepindahan ibu kota ke Purwokerto, maka inilah momentum terbaik untuk bangkit menggapai cita-cita kembali sebagai ibu kota.

Menurut hemat penulis, jangan sampai ada Peringatan 100 Tahun Kota Banyumas tapi kota itu hanya menjadi kota kedua.

Semoga pemekaran Kabupaten Banyumas, yang konon akan diusulkan tahun 2015 (sekarang tahap persiapan) dapat secara bijak menentukan perencanaannya, di antaranya plot calon ibu kotanya.

Muaranya adalah agar kelak di kemudian hari benar-benar tercipta kemakmuran dan kesejahteraan seperti tujuan awal adanya pemekaran tersebut. (10)

— Athaya Tunggadewi, pengusaha, tinggal di kota Banyumas


Sumber:
Athaya Tunggadewi
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/12/08/90872/Mereka.reka.Ibu.Kota.Banyumas
8 Desember 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar